Pages

Performance art

Kolaborasi seni bertema alam yang dilakukan di lapangan supersemar, tanjung, kabupaten lombok utara, NTB.

This is default featured post 2 title

workshop filem pendek se kabupaten Lombok Utara

WORKSHOP KREATIF

Workshop Kreatif Komunitas Passir Putih.

Workhsop Komunitas Pasir Putih di PAUD se- Lombok Utara

Eksplorasi menggambar dengan media daun, sungguh eksplorasi yang luar biasa.

Worjshop Komunitas Pasir Putih

Workshop Pasir Putih di PAUD Al-Fansuran Dusun Kerujuk yang Baru Saja Tekena Bencana Tanah Longsor.

Sabtu, 16 November 2013

jalani saja

 
indah pada yg memang indah..
semngat walau udah semangt..
Lelah adalah kata yg melemahkan
Bagai jarum jam yg tampa berhnti..
jalani saja
Oh jalani..
Kata hati motipasi diri..
Ini jalanku, bukan jalmu.
Ini mau q, bukan maumu.
Ini nasip ku, bukan nasipmu.
Inilah perjalanan hidupku, bukan perjalanan hidupmu.
kata-kata yang muncul pada hati
inilah waktunya. 
diasaat nadi masih berdetak
Hingga pada akhirnya berada pada ujung jalan langkah q akan terhenti.
Matram,syamsul 15-11-2013

Minggu, 15 September 2013

TRAGEDI CINTA

Dalam gairah mengimpikan indahnya cinta
Seorang perawan dengan kesucian yang terjaga berlari menuju bahu pujaan jiwa
Membawa seluruh isi hati untuk menyandarkan seluruh harapan
Dan membisikkan senandung rindu yang telah ditulisnya dengan air mata

Seorang perawan yang kesuciannya terjaga
Dijerat kawat-kawat adat yang bahkan tak terlihat
Hanya seorang kesatria yang mampu menculik tubuhnya yang berhak menidurkannya dalam peraduan
Setelah dibayar seharga hewan-hewan tunggangan

Seorang pemuda sudra keturunan petani diseret-seret rindu setelah pandangan pertama
Dililit suara halus yang meliuk-liuk merdu
Terpenjara di antara sepasang mata penuh sihir cinta
Dan menyerahkan seluruh gairah jiwa pada wajah anggun di hadapannya

Seorang perawan tua dari keturunan adat tak mampu mengangkat muka menatap mentari pagi
Wajahnya sudah lama layu setelah pandangan pertama jaman rindu
Tak mampu menghindari cinta yang menyerang seluruh pendirian mudanya
Puluhan tahun menunggu limabelas sapi sanggup bersaksi

Seorang kakek sudra dari keturunan jelata jalan terbungkuk-bungkuk menuju kandang sapi tetangga
Memberi setumpuk rumput dan mengelus wajah hewan ternak tersebut dengan kelembutan cinta
Mengenang pandangan pertama dari tatapan seorang wanita
Yang menolak setiap laki-laki demi menunggu kedatangannya

Dalam gairah mengimpikan indahnya Dunia
Seorang perawan tua memasung diri dengan harapan masa muda
Memegangi bendera cinta yang berkibar diterpa kala
Tetap menggunakan baju adat para leluhur yang dipercaya
BAYAN: (SEPTEMBER 2013)

Rabu, 04 September 2013

Pemutaran bersama "KKN UGM JOGJA" bersama Remaja Bentek




Pemutaran kali ini, atas inisiatif seorang tokoh pemuda yaitu Herman Zohdi. Beliau mengundang Remaja Dusun Bentek dan Juga KKN UGM Jogja. Pemutaran berjalan dengan lancar. meski dengan alat yang seadanya. seperti biasa setelah pemutaran diadakan diskusi. Diskusi seputar peranan pemuda dan bagaimana kecenderungan pemuda di Lombok Utara. Hal ini disampaikan langsung oleh Herman Zohdi. Banyak hal yang menarik selama diskusi. terutama mengenai bagaimana film Elesan Deq A Tutuq mengangkat isu budaya.
foto bareng peserta diskusi filem

 suasuana sebelum pemutaran

diskusi filem elesan deq a tutuq


Minggu, 21 Juli 2013

web. filem elesan deq a tutuq

Silahkan dilirik

komunitas kreatif mengadakan pemutaran dan diskusi elesan deq a tutuq



Pemutaran ini bekerjasama dengan Komunitas Kreatif Desa Malaka, komunitas ini merupakan sebuauh komunitas multimedia yang baru berumur 3 bulan. dengan adanya pemutaran ini mereka kembali bersemangat untuk mendokumentasikan kehidupan sosial mereka dengan kamera
Pertanyaan yang menarik yang di Lontarkan oleh seorang penonton dari komunitas kreatif adalah "Kenapa kawan-kawan mengambil "Tuan Guru" sebagai acuan dalam berbicara tentang sosio-culture masyarakat Lombok"

Pemutaran di Kampus II UNW Tanak Song, Tanjung, KLU



Pemutaran ini sebenarnya bekerjasama dengan pihak kampus II UNW Tanak Song, namun dalam prosesnya kita mengajak serta kawan-kawan yang tergabung dalam Teater Jamak. Pemutaran dimulai pukul 16.00 Wita, yang kemudian dilanjutkan dengan berdiskusi. Diskusi menjadi sangat menarik. Sebab beberapa peserta mengomentari Film Elesan Deq A Tutuq dari segi sosio culture masyarakat KLU, dan juga dari segi pariwisata. Ditambah lagi share yang lbih menarik tentang bagaimana dokumenter menjadi sebuah medium untuk menggambarkan realitas masyarakat. beberapa peserta kemudian merasa sangat penting untuk mengdakan pemutaran di beberapa tempat setelah pemutaran ini. Kami sangat berterimakasih terhadap semua pihak yang sudah membantu terlaksananya kegiatan ini. Salam, Muh. Sibawaihi




Selasa, 16 Juli 2013

Elesan Deq a Tutuq (Jejak Yang Tidak Berhenti)



                              Elesan Deq a Tutuq (Jejak Yang Tidak Berhenti)


tokoh dalam filem elesan deq a tutuq


Sinopsis
Filem Elesan Deq a Tutuq (Jejak Yang Tidak Berhenti) sebuah kisah dari desa Pemenang di Lombok Utara tentang seorang Tuan Guru. H. Amir mendapat 'label' Tuan Guru dari turunan kakeknya yang juga seorang Tuan Guru.  Nilai tradisi leluhur dan makna Tuan Guru yang melekat pada diri H. Amir menjadi panutan di dalam sosial masyarakat Lombok. Ajaran agama yang di pimpin di rumahnya, membawa dirinya memilki banyak jamaah. Cerita dan ingatan tentang daerah di Lombok menjadi refleksi bagi seorang pemuda lokal (Imam Hujattul Islam) yang gemar melukis dimana dirinya sedang mencari jati diri, walaupun sebenarnyasi pemuda juga mempunyai garis keturunan Tuan Guru. Filem ini juga melihat bagaimana Gili Trawangan sekarang yang dikenal dunia sebagai objek wisata menakjubkan dari salah satu 3 Gili.
Tentang Film
Filem  Elesan Deq a Tutuq (Jejak Yang Tidak Berhenti)  merupakan sebuah filem feature dokumenter panjang yang bercerita tentang seorang Tuang Guru. Tokoh Tuan Guru memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam struktur masyarakat Sasak. Gelar tersebut merupakan pemberian masyarakat atas pengetahuan keislaman yang dimiliki, kealiman, kepribadian, pengayoman dan kharismanya dalam masyarakat. Kehidupan agama dan syarat tradisi menempel dalam berprilaku Tuan Guru dalam beraktifitas ke masyarakatnya. Sosok lainnya, ada seorang pemuda yangmana juga keturunan Tuan Guru berusaha untuk berjuang dalam mencari 'hidup'. Mulai dari berkesenian dan kegiatan agama pernah diikutinya. Dirinya pun juga berada di 'lingkungan' tradisi Tuan Guru. Filem ini berusaha untuk memotret kehidupan Tuan Guru dan Kota Lombok Utara yang dikenal sebagai kota pariwisata dimana temuan tradisi-tradisi lokal sudah bercampur dengan modernitas.
Produksi
Produksi filem ini berlangsung selama  2 minggu, hasil dari sebauh Kolaborasi Forum Lenteng, Jakarta dan Pasir Putih, Lombok. Proses produksi filem ini berlokasi di desa Pemenang, Pusuk, Bangsal dan Gili Trawawangan-Lombok Utara. Produksi film ini merupakan bagian program up-grading  Akumassa sebagai bentuk peningkatan kapasitas komunitas jejaring Akumassa yang diprakarasai oleh Forum Lenteng. Program Akumassa adalah bagian dari program Forum Lenteng yang memfokuskan diri pada pemberdayaan komunitas-komunitas di berbagai daerah di Indonesia melalui pendekatan media literacy. Program ini telah berjalan selama 3 tahun lebih dan telah melakukan pendampingan kepada 10 komunitas (Jakarta, Ciputat-Tangerang Selatan, Lebak, Cirebon, Padang Panjang, Blora, Surabaya dan Pemenang-Lombok Utara). Aktivitas Akumassa dapat dilihat di www.akumassa.org.
Pernyataan Sutradara
Masuknya penyebaran Islam di Indonesia bisa di tandai awanya mulai abad ke 15 hingga 16. Sebutan mubaligh atau penyebar agama bisa di kategorikan beberapa nama, yakni, syekh, kyai, ustadz, penghulu dan tuan guru. Istilah untuk yang terakhir, Tuan Guru, masuk di Lombok  mungkin bisa di telusuri  ketika abad ke 18. Istilah Tuan Guru memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam struktur masyarakat Sasak. Gelar tersebut merupakan pemberian masyarakat atas pengetahuan dan keislaman yang dimiliki, kealiman, kepribadian, pengayoman dan kharismanya dalam masyarakat. Di tahun 2012, Syaiful Anwar berkesempatan mendatangi desa Pemenang di Lombok Utara. Selama kurang lebih dua minggu saya membuat feature dokumenter bersama dengan komunitas lokal (Pasir Putih). Selama produksi di sana banayak catatan mengenai tentang konsepsi Tuan Guru. Tuan Guru yang pada awalnya seorang ulama dengan memegang nilai tradisi agung leluhur mungkin kini sudah agak sedikit bergeser secara fungsi kedudukannya. Tak lagi hanya memimpin umat dalam mengajarkan agama tetapi dalam filem ini juga memperlihatakan keterlibatan seorang Tuan Guru dalam memimpin acara aneka lomba anak di desanya. Menonton filem di komputer hingga bermain HP sambil mengaji membuat filem ini mencoba berusaha mendefinisikan kembali arti Tuan Guru. Filem ini juga melihatkan bagaimana seorang pemuda lokal yang juga mempunyai silsilah keturunan Tuan Guru. Lombok yang menjadi objek wisata dunia membuatnya lebih memilih menjadi pelukis dibanding harus mengikuti leluhurnya. Latar tempat macam berugaq, menjadi tempat perbincangan sosial mengenai keadaan di Lombok waktu lampau dan sekarang.  Hadirnya kebudayaan tradisi lokal acara nikahan (Mendjojo) juga dihadirkan dalam filem ini, yangmana sedikit sudah bercampur dengan modernitas. Salah satu hal yang memungkinkan membuat si Tuan Guru sekarang di Lombok Utara memiliki sikap lebih modernis, tidak tradisionalis.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More